Tanpa Bayangan di Tugu Khatulistiwa

/ Category:

Kota Pontianak memiliki satu keistimewaan yang tidak dimiliki banyak kota di Indonesia maupun banyak negara lain. Menjadi keunikan karena Kota Pontianak merupakan
salah satu dari sedikit kota di Indonesia yang dilalui oleh garis khatulistiwa.
Di Indonesia, selain Kota Pontianak, garis khatulistiwa hanya melintasi Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Irian Jaya. Di dunia, garis khatulistiwa hanya melintasi beberapa negara di Afrika dan Amerika Latin.
Negara-negara yang dilintasi garis khatulistiwa inilah mengalami ekinoks matahari atau hari kulminasi, dua kali setiap tahun. Hari kulminasi atau matahari tepat berada di wilayah khatulistiwa itu terjadi pada tanggal 21 Maret dan 23 September. 
Pada hari itu Anda tidak akan menemukan bayangan Anda meski matahari bersinar terik. Sebab, pada hari kulminasi posisi matahari tepat melintas di garis khatulistiwa.
Di Kota Pontianak setiap tanggal-tanggal itu diperingati sebagai Hari Kulminasi. Pada saat itu wisatawan banyak berdatangan untuk membuktikan bahwa tidak terdapat bayangan di Tugu Khatulistiwa.
Wisatawan mancanegara maupun wisatawan dalam negeri biasanya sudah datang sejak tanggal 18 Maret sebelum puncak kulminasi matahari terjadi pada 21 Maret. Begitupula kulminasi matahari pada 23 September, para turis biasanya sudah datang pada tanggal 20 September ketika awal peringatan dimulai. 
Peringatan titik kulminasi setiap satu tahun dua kali dipusatkan di lokasi Tugu Khatulistiwa. Tugu ini terletak sekitar enam kilometer atau 20 menit perjalanan dari pusat Kota Pontianak. Lokasi bisa dicapai menggunakan jalur darat dan air.
Dari darat bisa ditempuh menggunakan kendaraan roda dua dan empat, menyeberangi Sungai Kapuas melalui jembatan Kapuas. Bagi turis yang ingin melihat-lihat eksotika Sungai Kapuas, perjalanan menuju lokasi bisa ditempuh menggunakan feri penyeberangan.
Tugu Khatulistiwa pertama dibangun pada tahun 1928 oleh tim Ekspedisi Geografi Internasional, dipimpin seorang ahli geografi Belanda. Tugu ini dibangun untuk menentukan titik garis khatulistiwa.
Pertama dibangun pada tahun itu, tugu hanya berbentuk tonggak dan panah. Dua tahun kemudian pada tahun 1930 disempurnakan berbentuk tonggak dengan lingkaran dan tanda panah. 
Pada tahun 1938 tugu asli kembali dibangun dengan penyempurnaan oleh arsitek Silaban. Tugu Khatulistiwa asli terbuat dari kayu belian (kayu ulin) terdiri dari empat tonggak. Tonggak bagian depan memiliki tinggi 3,05 meter dari permukaan tanah. Sementara tonggak bagian belakang memiliki tinggi 4,40 meter dari permukaan tanah.
Simbol berupa anak panah menunjukkan arah utara selatan (lintang 0 derajat). Keterangan simbol berupa flat lingkaran bertuliskan EVENAAR menunjukkan belahan garis khatulistiwa atau batas utara dan selatan.
Staf Peneliti dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menerangkan, kulminasi (ekinoks) matahari terjadi akibat dari gerak semu matahari. Gerak semu memperlihatkan bahwa matahari seolah-olah bergerak sepanjang tahun terhadap bumi dari arah utara menuju selatan. Pada 21 Juni, matahari berada di belahan bumi utara (23,5 derajat Lintang Utara). Pada 23 September, matahari berada tepat di khatulistiwa.
Pada 22 Desember, matahari berada di belahan bumi selatan (-23,5 derajat Lintang Selatan). Pada 21 Maret, matahari kembali berada di khatulistiwa. Pada saat matahari berada di utara dan selatan (21 Juni dan 22 Desember) disebut dengan solstis matahari.
Gerak semu terjadi sebagai pengaruh dua gerakan bumi: rotasi pada sumbunya dan berevolusi terhadap matahari. Sumbu rotasi bumi tidak tegak lurus terhadap sumbu revolusi, tapi memiliki kemiringan sebesar 23,5 derajat.
Karena kemiringan ini, bagian bumi yang diterangi matahari berbeda-beda selama setahun. Dari Maret hingga September, lebih banyak menerangi bumi utara daripada selatan. Kemudian, dari September hingga Maret terjadi sebaliknya.
Jika fenomena ini dicermati dari bumi, maka terlihat seolah-olah matahari bergerak dari utara ke selatan selama setengah tahun, lalu bergerak dari selatan ke utara pada setengah tahun berikutnya. Gerak semu ini juga berakibat pada terbentuknya empat musim di bumi, yaitu: gugur, dingin, semi, panas.  
Ekinoks juga digunakan sebagai penanda musim, terutama bagi mereka yang tinggal di kawasan utara dan selatan. Contohnya, di kawasan utara, 21 Maret (Vernal Equinox) adalah penanda awal musim semi, sementara 23 September (Autumnal Equinox) merupakan awal musim gugur.












Sumber : KalbarOnline

Share

0 komentar:

Posting Komentar

Ditunggu commentnya....